Sabtu, 05 Maret 2011

Iklan-iklan Mengobral Sensualitas Tubuh Perempuan


Seks dalam periklanan, dalam jargon Bahasa Inggris biasa disebut sex sells atau sex in advertising, adalah penggunaan pesan erotik atau berkonotasi seksual pada suatu promosi yang bertujuan untuk menarik perhatian audiens atas produk yang diiklankan, yang tujuan akhirnya tentu saja agar mereka mau membeli produk tersebut.


Variasi sex sells sangat beragam, dari yang sekadar sugestif atau tersirat hingga yang secara eksplisit menampilkan ketelanjangan tubuh orang yang menjadi modelnya, laki-laki maupun perempuan. Namun secara perbandingan kasat mata dapat kita lihat bahwa iklan-iklan erotik yang mengumbar tubuh perempuan jauh lebih banyak kita jumpai daripada iklan-iklan yang menampilkan aurat laki-laki.

Contoh iklan dengan pesan seksual yang menggunakan penggambaran sugestif adalah iklan Aquaglide:

Iklan strawberry sugestif Aquaglide
Iklan produk pelumas organ intim wanita diatas sepintas tak mengandung makna apa-apa, hanya menampilkan foto buah strawberry yang dibelah. Namun iklan itu pasti mengundang interpretasi erotik bagi siapa saja yang memiliki pengalaman melihat sesuatu yang secara visual mirip dengan gambar tersebut, lantas membuat asosiasi mental terhadap keduanya. Terlebih ketika mereka menyadari produk apa yang sedang diiklankan.

Ide yang sederhana tapi kreatif. Vulgar? Itu relatif.

Mousepad seksiMainkan mouse anda ...

Iklan-iklan sugestif dan tersirat baik berkonotasi seksual atau tidak barangkali cenderung lebih disukai oleh golongan audiens yang lebih matang secara intelektual. Selain menuntut kreativitas tinggi dari pembuatnya, iklan itu memaksa orang yang melihat untuk berpikir sejenak, membuat asosiasi antara obyek yang dia lihat dengan obyek lain yang serupa, sebelum akhirnya pikirannya menemukan makna di baliknya dan berseru dengan girang “Oh, itu toh maksudnya!”

Dari dalam negeri, iklan operator selular XL yang menampilkan fotomodel Sharen yang mengenakan kaus warna oranye dengan tulisan Rp. 1/dtk di bagian dada sempat membikin kegaduhan:

Sharen model Iklan Pro XL 1 rupiah
Iklan XL tersebut sugestif. Benda apa gerangan yang ‘disewakan’ seharga Rp. 1 per detik? Buat sebagian besar audiens (khususnya pria) kalimat di dada Sharen itu bermakna ganda yang – walau mereka tahu maksud sebenarnya iklan tersebut – bikin tersenyum simpul karena ada makna lain yang tersirat, yang hanya dimengerti oleh mereka yang cukup umur dan paham konteksnya.

Tingkatan yang menurut saya lebih rendah dari iklan sensual-simbolik adalah iklan yang menggunakan tampilan tubuh manusia apa adanya. Lebih rendah derajatnya karena dia melulu mengandalkan tampilan visual untuk menarik perhatian, dan kurang mengajak orang bermain-main dengan pikiran untuk memahami pesan yang dibawa iklan tersebut. Dalam banyak kasus iklan-iklan jenis ini cenderung vulgar. Namun dia lebih menarik bagi golongan audiens yang bukan dari kalangan intelektual – umumnya golongan pekerja kerah biru - untuk satu alasan yang sederhana, karena iklan tersebut memberi mereka sesuatu yang enak dilihat.

Beberapa iklan erotik yang menampilkan model berpakaian minim mungkin bisa sedikit ”dimaafkan”, karena produk yang diiklankan memang memiliki kaitan langsung dengan tubuh, misalnya produk pakaian dalam:

Iklan Victoria SecretVictoria's Secret

Iklan celana dalam pria DeleyeCelana dalam pria Deleye

Iklan BH seksiIklan Bra Target

Iklan celana dalam JBS underwearCelana dalam pria JBS

Namun banyak pula produk-produk yang walaupun tak memiliki kaitan langsung dengan tubuh tapi memaksakan penggunaan pendekatan erotik dalam promosinya:

Iklan sensual Coca-ColaMinuman ringan

Iklan body painting Refreshingly BrazilianMinuman ringan

Iklan sensual deterjen DownyPewangi pakaian


Iklan sensual majalah dewasa CheMajalah pria

Iklan narsis HedkandiSalon


Penggunaan elemen seks dalam iklan telah ada sejak iklan pertama kali dikenal. Pada masa lalu dia telah muncul dalam bentuk pahatan kayu atau ilustrasi tubuh wanita dengan bagian atas tubuh terbuka pada poster-poster reklame untuk mengiklankan salon, tonik (obat kuat), dan produk tembakau. Pada tahun 1885 produsen rokok W. Duke & Sons menyelipkan kartu bergambar artis wanita populer yang berpose sensual pada bungkus rokok produksi mereka. Trik promosi ini sukses mendongkrak penjualan rokok mereka hingga Duke menjadi merek rokok paling terkenal pada tahun 1890. Pada contoh kasus lain, Jovan Musk Oil diiklankan dengan deskripsi yang menjanjikan peningkatan daya tarik seksual bagi yang menggunakannya (strategi macam seri iklan parfum AXE sekarang). Hasilnya, pendapatan produsen Jovan meningkat dari 1,5 juta dollar pada 1971 menjadi 77 juta dollar pada 1978.

Walau menjanjikan atensi (perhatian) yang lebih besar pada produk yang diiklankan, penggunaan seks sebagai elemen penarik perhatian bukannya tanpa risiko. Dia bisa jadi bumerang, terutama bagi produk-produk yang dipaksakan tampil erotik walau tak ada hubungan samasekali dengan seks. Apa kaitan antara minuman bersoda dengan wanita berbikini? Atau, adakah hubungan langsung antara produk pewangi pakaian dan wanita bugil dengan body painting bermotif baju pink yang melekat pada tubuh?

Menyalahgunakan ketertarikan audiens terhadap hal-hal yang berkonotasi seksual untuk menjebak mereka agar memperhatikan produk yang sebetulnya biasa-biasa saja, dapat memicu kekesalan. Penonton merasa ditipu mentah-mentah, dan karenanya justru dapat menjadi antipati terhadap produk tersebut.

Hal lain yang perlu diperhatikan betul oleh pembuat iklan adalah seberapa jauh sensualitas itu akan mereka umbar untuk menarik perhatian audiens. Seberapa telanjang mereka akan menyuruh sang model iklan melucuti pakaiannya? Cukup mengenakan kaos ketat? Kasih lihat pusar? Lepas bagian atas atau bawah? Atau seluruh tubuh sekalian diperlihatkan ke pemirsa? Ini akan menjadi pertanyaan rumit karena hal tersebut tidak hanya menyangkut soal artistik, tetapi juga sejauh mana hukum dan norma moral di masyarakat setempat memberi toleransi.

****
 
© Copyright 2035 Inspirasi PR dan Marketing
Theme by Yusuf Fikri