Namun Obama mampu membuyarkan semua prediksi dan analisis. Dari awalnya bukan siapa-siapa - hanya seorang mantan pekerja sosial di Kota Chicago dan senator muda wakil Negara Bagian Illinois yang pengalamannya sebatas menggolkan satu undang-undang federal – Obama melesat menjadi lawan tangguh McCain, sebelum akhirnya mengalahkannya secara telak.
Individu di balik layar yang banyak disebut sebagai desainer utama kemenangan Obama adalah David Plouffe. Plouffe adalah seorang political strategist yang diangkat menjadi kepala manajer kampanye Obama. Sebelum menangani kampanye presiden Obama, Plouffe adalah konsultan politik yang bergabung dengan firma konsultan kampanye AKPD Message and Media sejak tahun 2000. Bersama partnernya di AKPD, David Axelrod, Plouffe memulai hubungannya dengan Obama ketika mereka berdua mengatur kampanye negara bagian yang sukses mengantar Obama menjadi Senator dari Negara Bagian Illinois pada 2003.
Sebelum bergabung dengan AKPD, pria kelahiran Delaware, 27 Mei 1967 ini memulai karirnya dengan bekerja mengatur kampanye beberapa orang senator Partai Demokrat seperti Senator Tom Harkin (1990 dan 1992), John Olver (Massachussets), Jaksa Agung Delaware Charles M. Oberly, dan Bob Torricelli dari New Jersey.
Beberapa orang berpikir kalau kemenangan Obama adalah sebuah mukjizat. Sebagian menekankan kata ”mukjizat” itu dengan nada sinis. Dengan kata lain bukan kapasitas pribadi Obama yang membuatnya menang, tetapi atmosfer dan situasi eksternallah yang banyak membantunya. Atmosfer yang dimaksud adalah kondisi psikologis masyarakat Amerika yang tengah mengalami krisis ekonomi. Amerika sedang berusaha menggali kembali nilai-nilai ideal bangsa yang tak membeda-bedakan warna kulit dan ras, sehingga kehadiran kandidat berkulit hitam sekalipun akan diterima sepanjang dia menjanjikan harapan pemulihan kondisi ekonomi. Di pihak lain, Partai Republik juga dipandang gagal memilih kandidat yang cakap sehingga pemilih tak punya pilihan lain selain berpaling ke Demokrat – walau track record kandidat Demokrat itu sendiri masih terhitung ”hijau”.
Intinya, di mata mereka yang sinis dengan kemenangan Obama, Obama terpilih karena rakyat Amerika tengah menjudikan nasib negaranya, bukan karena mereka memilih dengan pilihan sadar dan rasional untuk mendapatkan pemimpin yang cakap.
Namun bagi para analis yang obyektif, kemenangan Obama tidak terjadi karena faktor kebetulan, keberuntungan, atau hadiah dari Tuhan yang dijatuhkan dari langit begitu saja. Obama menang karena dia memang pantas menang.
Selain kapasitas pribadinya yang memang cerdas, memiliki bakat kepemimpinan tinggi, simpatik, dan memiliki kharisma besar, Obama memiliki organisasi kampanye arahan David Plouffe dan Axelrod yang sangat efektif - bahkan lawan politiknya sekalipun memujinya sebagai organisasi yang brilian. Dia menang dengan strategi yang rapi dan terarah, tanpa banyak terganggu oleh konlik internal yang tak perlu. Dia mengaplikasikan model penggalangan dana yang tidak lazim namun efektif: dana kampanye tidak diperolehnya dari bantuan negara seperti para kandidat di masa lalu, tetapi benar-benar dari masyarakat kecil dan besar pendukungnya yang secara sukarela menyumbang beberapa dollar per individu, baik secara langsung maupun melalui internet.
Sebuah tulisan analisis pasca kemenangan Obama di laman CNN memaparkan beberapa poin yang menjadi penentu keberhasilannya meraih singgasana di gedung putih:
Kemenangan pada Kaukus Iowa
Kemenangan Obama di Iowa memukul telak kandidat Demokrat lain, dan mengendurkan kekuatan Hillary Clinton, pesaing utamanya. Khusus untuk Iowa, Tim kampanye Obama membangun sebuah organisasi yang cukup kuat untuk menggalang pendukung lokal. Demikian loyalnya dukungan, hingga pada cuaca beku bulan Januari sekalipun mereka tetap bersemangat untuk menghadiri debat dan bergerak secara swadaya mengumpulkan dukungan tambahan dari tetangga-tetangga mereka. Sepuluh ribu suara tambahan yang diperoleh dari upaya ini menjadi kunci kemenangan Iowa, sekaligus menyingkap strategi besar tim kampanye Obama: menciptakan koalisi yang luas untuk meraih pemilih baru, dan mencatat dengan baik setiap dukungan tambahan yang masuk.
Dukungan Ted Kennedy
Pasca kaukus Iowa, kompetitor Demokrat lain berguguran, kecuali Hillary Clinton. Ini mengakumulasi dukungan menjadi dua besar menjelang Super Tuesday (pemilihan yang diadakan di banyak negara bagian sekaligus pada Hari Selasa, yang hasilnya akan sangat menentukan bagi kandidat yang akan dicalonkan Partai Demokrat sebagai presiden). Pada situasi kritis tersebut, Ted Kennedy sebagai wakil tak resmi Dinasti Kennedy yang legendaris dan dihormati rakyat Amerika menyatakan dirinya mendukung Obama. Ted bahkan menggambarkan Obama layaknya John F. Kennedy, saudaranya yang menjadi presiden di tahun 1960-an.
Dukungan Ted Kennedy kepada Obama memberi arti simbolis yang dalam, bukan hanya kepada publik tetapi juga kepada Partai. Sebagian superdelegates masih sangat menghormati keluarga Kennedy, dan mereka pun mantap mendukung Obama mengikuti langkah Ted.
Gerilya melalui Media Sosial
Pada awalnya orang menganggap media sosial seperti Facebook, Twitter, dan YouTube hanya sebagai sesuatu yang bersifat iseng dan main-main. Namun tim kampanye Obama berpikir sebaliknya. Mereka mengumpulkan dukungan melalui media-media online tersebut, dan hal itu disambut oleh kalangan muda sebagai langkah yang ”cool”, juga memperlihatkan kalau Obama cukup melek teknologi dan sejiwa dengan mereka.
Semenjak kesuksesan Obama, penggunaan teknologi informasi dan media sosial sebagai saluran kampanye politik menjadi sebuah tren baru. Para politisi di seluruh dunia ramai-ramai melakukan hal yang sama, terlepas apakah dagangan politik mereka bermutu atau tidak.
Penggalangan Dana
Dibanjiri dana yang dikumpulkan dari kontributor besar maupun kecil, Obama merupakan kandidat presiden pertama sejak 1976 – ketika sistem pendanaan dari pemerintah diperkenalkan - yang membiayai kampanyenya murni dengan dana sumbangan dari rakyat, bukan uang pemerintah.
Dukungan dana yang melimpah membuatnya leluasa bergerak; mengirim staf kampanye ke seluruh penjuru negeri – bahkan berhasil menguasai negara-negara bagian yang sebelumnya tak pernah dimenangkan Demokrat selama bertahun-tahun. Media juga digelontorinya dengan iklan-iklan kampanye besar-besaran, yang intensitasnya tak dapat disaingi oleh McCain.
Bekerjasama dengan Clinton
Pertempuran panjang dan melelahkan dengan Hillary Clinton membuat banyak pendukung Clinton yang frustasi bersikap apatis. Mereka sadar Clinton akan kalah, namun menyatakan diri tak akan mendukung Obama. Kondisi ini coba dimanfaatkan oleh McCain dengan berusaha menarik pendukung Clinton agar beralih mendukungnya.
Menyadari hal tersebut, Hillary Clinton berbalik arah dari seteru menjadi sekutu Obama. Mereka bekerja sama untuk mencegah agar dukungan Demokrat tidak terpecah. Persatuan ini dikukuhkan melalui momen dramatis pada konvensi Partai Demokrat di Denver, ketika Hillary dalam pidatonya meminta partai mencalonkan Obama secara aklamasi – mengakhiri intrik dan dualisme yang terjadi untuk bersatu mengalahkan McCain dan Partai Republik.
Debat yang Menentukan
Obama memenangkan keseluruhan tiga seri debat di depan publik. Penampilan debatnya yang tenang, artikulasi yang baik dan cerdas, serta bahasa tubuh yang sopan memberinya banyak kredit di mata pemilih. Dia tak terlihat seperti orang yang setahun lalu bukanlah siapa-siapa tetapi layaknya tokoh besar yang memiliki banyak pengalaman, dan itu kian menenggelamkan pamor McCain yang dengan sia-sia berusaha mengimbangi kharisma Obama.
Pidato Kemenangan Obama di Chicago
Kampanye Obama memiliki karakteristik yang berbeda dari kampanye-kampanye konvensional sebelumnya. Ia dimulai sebagai sesuatu yang kecil namun dengan dilandasi ide besar. Layaknya kandidat lain, Obama menghadapi banyak tantangan dan hambatan, namun dia selalu berhasil mengubahnya menjadi sesuatu yang justru kian memperkuat posisinya. Dan di akhir masa kampanye, kedudukannya telah begitu mantap sehingga tiada halangan berarti baginya untuk meraih kemenangan.
****
****