Senin, 28 Februari 2011

Mengakhiri Diskriminasi atas Kulit Hitam di Toserba Woolworth

Masyarakat negara-negara bagian Amerika Serikat di wilayah selatan (Texas, North Carolina, Mississipi, Alabama, Louisiana, dsb) dikenal memiliki prasangka rasial yang jauh lebih tinggi dari negara-negara-bagian utara. Ini merupakan karakter bawaan dari masa silam ketika perekonomian daerah-daerah tersebut bersandar pada hasil pertanian dan perkebunan – terutama kapas – dan menikmati tenaga kerja murah berupa budak-budak kulit hitam yang didatangkan dari Afrika. Perubahan zaman dan kebebasan yang memberi persamaan hak di depan hukum antara mantan golongan majikan (kulit putih) dengan mantan budak (kulit hitam) membuat orang kulit putih kurang merasa nyaman. Akibatnya sentimen rasial kerap muncul, mengancam keutuhan sendi-sendi sosial dan kehidupan setempat.



Toserba WoolworthCabang Toserba Woolworth di Greensboro, North Carolina, memiliki kafetaria yang pada jam-jam makan siang dipenuhi oleh pengunjung. Sudah menjadi tradisi tidak tertulis di masyarakat selatan bahwa meja-meja makan tertentu dikhususkan bagi orang kulit putih. Walaupun Woolworth tidak memiliki kebijakan rasialis, namun mereka sedapat mungkin berusaha mematuhi adat-istiadat setempat sehingga membiarkan hal itu berlaku pula di toserba mereka di negara-negara bagian selatan, termasuk North Carolina.

Namun kejadian pada tanggal 1 Februari 1960 itu mengubah semuanya. Empat orang mahasiswa kulit hitam datang ke kafetaria dan duduk di meja khusus pelanggan kulit putih. Dalam waktu singkat, tindakan mereka itu pun memicu kemarahan warga kulit putih, diikuti kerusuhan sosial antar warna kulit – salah satu konflik sipil terbesar yang pernah dialami Amerika Serikat.

Woolworth berada pada situasi yang serba salah. Sebagian orang dari kalangan penganut supremasi kulit putih menuduh mereka sebagai pemicu kerusuhan karena tak mengindahkan kebiasaan lokal dengan membiarkan keempat mahasiswa kulit hitam itu melanggar tradisi berusia ratusan tahun di tempat tersebut. Di sisi lain, para aktivis kulit hitam juga mengecam mereka karena tidak mengambil sikap yang jelas untuk mendukung persamaan hak para pelanggan di tempat mereka, tak peduli pelanggan itu kulit putih atau dari ras dan etnik lain.

Situasi menjadi kian rumit ketika sejumlah pelanggan memboikot jaringan toserba mereka. Surat dan telepon caci-maki datang bertubi-tubi. Eskalasi demonstrasi dan ancaman mulai mengganggu operasional usaha mereka. Akibat berbagai kejadian tersebut, sepanjang tahun 1960 pemasukan perusahaan merosot hingga 35 persen.

Persoalan yang pada awalnya hanya bersifat lokal kini menjadi masalah nasional. Kerusuhan yang semula hanya melanda Woolworth merembet ke jaringan toserba besar lainnya seperti Kresge, Walgreen, dan McCrory. Akhirnya, Presiden John F. Kennedy sendiri memutuskan untuk terlibat dan menyelesaikan masalah ini karena sudah mulai mengganggu stabilitas negara. Dia berusaha mengalihkan orang dari debat kusir berkepanjangan yang tak jelas ke diskusi yang lebih tenang. Kennedy lantas mengundang para CEO perusahaan yang berkepentingan – termasuk Woolworth - ke gedung putih untuk sebuah pertemuan yang mencari solusi.

Robert J. Kirkwood, presiden direktur Woolworth, adalah salah satu yang diundang Kennedy. Dia memutuskan untuk menyewa jasa perusahaan konsultan hubungan masyarakat untuk turut memberi saran cara menyelesaikan masalah pelik tersebut, yang akan disampaikannya kepada Kennedy. Dan dia memilih Byoir.

Dua hari sebelum pertemuan di Washington, seorang pejabat departemen Keadilan menelepon kantor kepala bagian urusan publik Woolworth, meminta toserba itu menjadi pelopor dalam usaha mengatasi kerusuhan dengan cara menghapuskan kebijakan pemisahan tempat duduk antara pelanggan kulit putih dan kulit hitam. Apabila berhasil, itu akan menjadi model bagi jaringan toko dan restoran lain untuk melakukan hal yang sama. Menurut perhitungannya, kelompok kulit putih pada awalnya memang akan menggerutu, tetapi lama-kelamaan mereka akan menerima kebijakan tersebut. Dan setelah itu semua akan kembali normal, tenteram dan damai.

Tentu saja usul itu membawa kepanikan bagi Woolworth dan Byoir karena akan sangat sulit dan berbahaya apabila diterapkan. Pejabat itu jelas tak mengerti persoalan atau menggali fakta-fakta di lapangan. Kalau Woolworth sendirian berusaha melawan tradisi yang sudah mengakar selama ratusan tahun, yang akan dihadapinya bukan saja kegagalan, tetapi kekerasan. Akan terjadi aksi huru-hara yang lebih besar, pembakaran, dan pemboman atas jaringan toko mereka.

Dalam situasi yang serba menekan, Bob Wood dari Byoir teringat pada Tom Walsh, kenalannya yang menjadi kepala administrasi Joseph Kennedy, ayah JFK. Bob meminta Tom bersedia menjadi perantara antara dirinya sebagai perwakilan humas Woolworth dengan Presiden Kennedy dan menyampaikan usulannya terkait penyelesaian konflik rasial di North Carolina. Tom bersedia, dan pada hari Rabu sore dia telah menyerahkan naskah usulan resolusi konflik dari Woolworth kepada JFK.

John Fitzgerald KennedyPada hari kamis JFK berpidato. Dalam pidato tersebut dia mengangkat usulan Byoir-Woolworth menjadi solusi yang dipilihnya, yakni bahwa Woolworth tidak bisa dibiarkan sendirian disuruh menyelesaikan konflik, melainkan harus dilakukan secara bersama-sama. Dengan kata lain, penghapusan kebijakan tempat duduk yang terpisah antara pelanggan kulit putih dan kulit hitam harus dilakukan semua jaringan toserba dana restoran serta bisnis-bisnis lainnya, bukan hanya oleh Woolworth, sehingga dengan demikian tidak ada yang dikorbankan.

Pidato Kennedy mengundang banyak pujian. Kennedy dianggap mampu menangkap isu yang sensitif tersebut dan memberi solusi yang jitu. Kelompok-kelompok pejuang kulit hitam juga menyatakan kegembiraannya.

Setelah pidato Kennedy, Woolworth dan jaringan toserba besar lain, restoran-restoran, rumah-rumah makan yang lebih kecil, dan bar-bar hampir di seluruh daerah selatan tidak lagi membeda-bedakan warna kulit pelanggan. Kebijakan baru yang bersejarah ini dapat dilaksanakan hampir tanpa disertai konflik yang berarti.

Bagi Bob Wood sendiri, Kennedy telah menyiapkan bingkisan ucapan terima kasih yang disampaikannya melalui Tom Walsh. Bingkisan itu berupa foto diri Kennedy bersama istrinya Jackie, yang dibingkai dan diberi tanda tangan oleh Kennedy.

****

Sumber: Robert J. Wood, Pengakuan Seorang Humas (Penerbit Mitra Utama)
 
© Copyright 2035 Inspirasi PR dan Marketing
Theme by Yusuf Fikri