Jumat, 25 Maret 2011

Celana Jeans, Industri Besar yang Berawal dari Celana Pekerja Kasar

Celana Jeans

Di Belanda dia disebut ‘spijkerbroek’. Di Puerto Rico namanya ‘mahones’. Di Denmark dia dikenal sebagai ‘cowboybukser’ (celana koboi). Di Spanyol dia kondang dengan nama tejanos atau vaqueros. Di seluruh dunia orang mengenalnya dengan nama jeans.

Apapun nama lokal yang dimilikinya, jeans selama puluhan tahun identik dengan celana simbol pemberontakan kaum muda terhadap kemapanan. Namun beberapa tahun belakangan citranya kian melunak. Sentuhan para fashion stylist mulai masuk. Kini dia populer sebagai pakaian santai buat semua kalangan, tidak lagi terbatas pada anak-anak muda yang tengah mencari identitas. Jeans mulai diproduksi buat segmen konsumen yang lebih luas seperti bapak-bapak, ibu-ibu (dalam potongan maternity dan Mommy-cut), dan anak-anak.

Nama “jeans” berasal dari frasa dalam Bahasa Perancis, bleu de Gênes, yang secara harfiah berarti “biru dari Genoa” (blue of Genoa) karena celana tersebut banyak dijual di pelabuhan Genoa, Italia. Namun sebelum terkena pengaruh bahasa Perancis, orang pada masa itu (abad 19) menyebut model celana itu dengan nama “dungaree” (dari Dongari Killa di India). Sementara denim yang merupakan bahan tekstil standar untuk membuat jeans memperoleh namanya dari kota Nîmes di Perancis (denim = de Nîmes) tempat bahan denim diproduksi.

Hingga periode waktu tersebut celana dungaree baru dikenal secara terbatas di Eropa sebagai celana yang dikenakan para pelaut. Momentum “go international” jeans secara tidak langsung dimulai pada tahun 1847, tepatnya tanggal 26 Juni, ketika pemerintah Bavaria memberi izin keluarga Strauss hijrah ke Amerika Serikat. Setiba di New York, mereka tinggal di perkampungan imigran asal Jerman di Lower East Side. Salah satu anggota keluarga Strauss yang bernama Levi lantas bergabung dengan bisnis kanvas kasar untuk tenda dan pelindung kereta yang dikelola saudaranya.

Tidak lama berselang, dari ujung barat negeri tersiar kabar menghebohkan. Seseorang di California tanpa sengaja menemukan bongkahan emas. Maka, tak membutuhkan waktu lama bagi kabar tersebut untuk memicu gelombang manusia dari seluruh penjuru negeri yang sedang butuh makan. Mereka dalam jumlah besar mengalir ke lokasi tersebut untuk mengadu untung sebagai penambang emas dadakan. Dimulailah era California Gold Rush.

Berita itu sampai ke telinga keluarga Strauss di Lower East Side. Setelah melakukan perundingan, diputuskan bahwa salah seorang dari mereka, Levi Strauss, diutus pergi ke San Francisco, California. Bukan untuk disuruh menggali tanah mencari bongkahan emas, tetapi untuk membuka cabang toko kanvas milik keluarga di sana. Maka pada tahun 1853 berangkatlah Levi Strauss ke San Francisco.

Singkat kata, dua puluh tahun berbisnis di San Francisco membuat Levi kian jeli melihat kebutuhan warga setempat. Alih-alih menjual kanvas kasar dagangannya sebagai bahan tenda atau kap pelindung kereta kuda, Levi justru mengubahnya menjadi celana yang kuat dan tahan lama, cocok buat para pekerja kasar.

Levi berkawan dengan Jacob Davis, seorang penjahit dari Reno, Nevada, yang menjadi pelanggan tokonya dan kerap membeli bahan kanvas di tokonya. Davis yang jeli suatu ketika mengamati bahwa salah seorang pelanggannya sering membeli kain untuk menebalkan celananya agar tahan gesekan tanah dan bebatuan atau koyak karena tertarik-tarik. Hal kecil itu memberinya ide brilyan untuk menambahkan paku keling tembaga (copper rivets) pada bagian-bagian tertentu celana untuk menambah kekuatannya, terutama pada sudut-sudut saku yang rawan gesekan dan tarikan.

Sadar bahwa idenya merupakan penemuan penting, Davis ingin mempatenkannya. Namun dia tidak mempunyai uang untuk membayar biaya pengurusan hak paten. Maka dia mendekati Levi Strauss dan mengajaknya menjadi investor. Levi menerima tawaran tersebut. Pada 20 Mei 1873, keduanya resmi menerima hak paten (U.S. Patent No. 139,121) untuk ide pemasangan keling tembaga pada sudut saku celana. Tanggal ketika mereka memperoleh hak paten itu kini dianggap sebagai hari kelahiran blue jeans. Paten tersebut lantas diterapkan pada desain baku celana produksi perusahaan mereka. Pemakaian kanvas ditinggalkan, digantikan bahan lain yakni Serge de Nîmes alias denim yang diimpor dari Perancis.

Berturut-turut berbagai tanda pengenal ditambahkan pada celana blue jeans produksi Levi Strauss sebagai ciri khas yang membedakannya dari jeans merek lain. Desain bergambar dua ekor kuda yang menarik sepotong celana blue jeans ke arah yang berlawanan diperkenalkan pada 1886, untuk menggambarkan kekuatan celana Levi’s. Mereka juga menambahkan simbol jahitan busur ganda (double arc) pada saku belakang. Logo berwarna merah diciptakan pada 1936 agar celana buatan Levi’s tetap dapat dikenali dari kejauhan.

Berlawanan dengan keyakinan umum dan versi cerita yang dipopulerkan melalui kampanye periklanan Levi’s, produksi awal celana jeans Levi’s justru tidak dijual kepada para penambang emas selama periode California Gold Rush, karena Gold Rush mencapai puncaknya pada tahun 1849 sementara Levi datang ke San Francisco agak terlambat, tahun 1853, Dia baru memulai produksi jeans denim 20 tahun kemudian ketika aktivitas pencari emas di sana telah jauh berkurang. Levi memulai bisnisnya di 90 Sacramento Street, sebelum kemudian bergeser ke 63 & 65 Sacramento Street, San Francisco.

Citra yang bergeser mengikuti perkembangan zaman

Citra jeans sebagai celana pekerja kasar bertahan hingga tahun 1920-an. Konsumen terbesar celana jeans Levi’s adalah para pekerja pemasang rel kereta api, koboi (penggembala ternak), dan penebang pohon di wilayah barat Amerika. Beberapa penjara bahkan memberi seragam celana blue jeans kepada para narapidana, dengan pertimbangan keawetan dan kepraktisan.

Citra tersebut pelan-pelan berubah pada awal 1930-an ketika orang-orang dari wilayah timur (yang pada masa itu memiliki taraf kehidupan yang relatif lebih mapan) banyak melancong ke barat. Kembali dari pelesiran, mereka membawa cerita tentang kehidupan keras dan liar di barat (western), dan pakaian sehari-hari yang dikenakan para ”dude ranch” (koboi) di sana - sambil memamerkan celana jeans Levi’s yang mereka beli sebagai oleh-oleh. Era inilah yang melahirkan banyak cerita romantis tentang koboi, sehingga film seputar kehidupan koboi pun disebut film western.

Propaganda dari mulut ke mulut itu berjasa mengangkat rezeki perusahaan Levi Strauss & Co., dari sebuah perusahaan tanggung dengan dua pabrik dan lima belas tenaga penjualan pada 1946, menjadi konglomerasi garmen dengan 50 pabrik, cabang di 35 negara dan 22.000 tenaga penjualan di tahun 1976.

Periode 1950-an hingga 1960-an membawa celana jeans pada identitas baru sebagai fashion buat subkultur yang agak nyeleneh seperti kaum hippies, rocker, skinhead, dan greaser. Inilah era “blue jeans craze”, alias zaman ketika orang tergila-gila pada blue jeans. Pada periode ini pula model celana jeans terpopuler Levi’s, 501, diperkenalkan.

Levi’s – dan aneka celana jeans merek lain secara umum - menjadi simbol pemberontakan generasi muda, terutama setelah dipopulerkan oleh James Dean di film Rebel Without a Cause. Karena alasan itu pula jeans kerap dilarang untuk dipakai di sekolah-sekolah, acara resmi, dan tempat-tempat “terhormat” lain. Larangan menggelikan yang ironisnya secara latah ditiru di negeri ini mentah-mentah, tanpa pernah mau repot menggali alasan yang melatarbelakanginya.

Bisnis raksasa

Levi’s menikmati pertumbuhan bisnis yang tak tergoyahkan hingga pertengahan 1970-an. Perusahaan memperluas lini produksi pakaian jadi dan menyasar segmen pasar yang berbeda dengan menambah berbagai variasi model, terutama ketika mereka mulai mengaplikasikan teknik baru “pencucian dengan batu” (stone-washing tehnique) pasca mengakuisisi perusahaan garmen asal Kanada, Great Western Garment Co. (GWG).

Teknik stone-washing ditemukan oleh Donald Freeland dari Edmonton, Alberta (Kanada). Teknik baru itu membuat jeans dan pakaian berbahan denim lain menjadi lebih mudah diterima di pasar yang beragam. Jeans kini menjadi pakaian kasual yang dibeli dan dipakai semua kalangan, jenis kelamin, dan kelompok umur. Citra lama sebagai pakaian pekerja kasar atau simbol pemberontakan hampir tak tersisa lagi.

Namun pada periode tersebut kompetitor Levi’s juga menikmati pertumbuhan yang sama pesat. Produsen baru bermunculan, baik yang bertarung di segmen yang sama maupun yang menargetkan pasar berbeda. Selain kompetitor lama seperti Lea, Lee dan Wrangler, atau kompetitor yang relatif baru macam Guess, Esprit, dan Lucky Brand, Levi’s juga harus menghadapi serbuan jeans murah produksi timur jauh di segmen menengah-bawah, dan jeans premium rancangan desainer adibusana seperti Calvin Klein dan Armani di segmen konsumen kelas atas. Calvin Klein bahkan pernah membuat model blue jeans yang sengaja dibikin sobek di bagian lutut dan warnanya dibuat pudar macam celana gembel, namun dijual dengan harga ribuan dollar per potong. Dan siapa lagi yang mau membelinya kalau bukan orang kaya yang ingin berlagak seperti hippies …

Jeans kini bukan lagi anak bawang. Dewasa ini industri jeans adalah salah satu cabang utama industri garmen. Estimasi tahun 2005, orang Amerika membelanjakan 15 milyar dollar (129 trilyun rupiah) untuk membeli aneka produk jeans (celana, vest, jaket, skirt/rok, dsb). Levi Strauss & Co. sendiri pada 2008 mengantongi omzet 4,3 milyar dollar dan mempekerjakan 11.400 orang karyawan.

****
 
© Copyright 2035 Inspirasi PR dan Marketing
Theme by Yusuf Fikri