Jumat, 04 Maret 2011

Mewujudkan Mimpi, Walt Disney Membangun Kerajaan Hiburan Buat Warga Dunia


Walt Disney muda tengah frustasi menghadapi perjuangan hidup yang seolah-olah menemui jalan buntu. Hari itu di tahun 1928, dia pulang naik kereta api dari New York setelah menghadapi kenyataan pahit. Animator muda itu awalnya hendak merundingkan peredaran film animasi garapannya yang menampilkan karakter kartun Oswald the Rabbit dengan sebuah studio di sana. Namun apa daya, ternyata dia telah dikhianati. Distributor filmnya mengambil alih hak cipta untuk karakter Oswald si kelinci hasil kreasinya. Sang distributor bahkan telah mengantongi tandatangan semua tukang gambar (animator) yang selama ini bekerja untuk Disney demi memperkuat posisi hukumnya.


Disney amat kesal, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam perjalanan pulang dengan kereta api, dia mengambil kertas dan pensil, lalu mulai mencoret-coret, mencoba menciptakan tokoh kartun baru.

Saat asyik mencorat-coret kertas itulah Disney teringat pada seekor tikus ladang nakal yang nangkring di atas papan gambarnya di Kansas City ketika dia memulai karirnya beberapa tahun silam. Seketika itu Disney seakan memperoleh ilham dari langit. Dia memutuskan untuk menjadikan sang tikus ladang sebagai model bagi karakter kartun barunya. Tak berapa lama kemudian lahirlah Mortimer Tikus.

Istri Walt Disney, Lilly, keberatan dengan nama Mortimer. “Itu nama yang jelek sekali untuk seekor tikus,” katanya.

Disney berpikir sesaat, lalu katanya, ”Kalau begitu kita beri nama Mickey. Mickey si tikus ladang.”

Singkat cerita, beberapa tahun setelah peristiwa kecil itu, Miki Tikus yang tercipta di gerbong kereta api menjelma menjadi tokoh kartun paling populer di Amerika, bahkan dunia. Si tikus ladang kecil dengan senyuman lugu namun pemberani dan optimis itu telah menjadi simbol pembangkit keceriaan rakyat Amerika yang tengah dilanda krisis ekonomi besar di awal tahun tiga puluhan. Miki Tikus memberi energi pada perusahaan Disney hingga berkembang menjadi sebuah bisnis multi-milyar dollar, meliputi industri film hingga taman hiburan Walt Disney World dan Disneyland yang terbentang dari Florida hingga Tokyo dan Paris.

Walt Disney dan Miki TikusWalt Disney tidak selalu menghadapi jalan mulus dalam mengembangkan perusahaannya. Pada tahun 1954 mereka bahkan nyaris bangkrut dan kepemilikan perusahaan hampir jatuh ke tangan penjamin hutang. Namun mereka mampu lolos dari lubang jarum. Bagaimana cara mereka bertahan dari masa sulit itu? Disney rupanya memiliki beberapa prinsip yang selalu dipegang teguh:


Pikirkan hari esok

Miki Tikus lahir dari sebuah kegagalan. Dia diciptakan karena Walt Disney kehilangan Oswald si Kelinci, kartun andalannya yang direbut orang lain. Puluhan tahun kemudian si Oswald dilupakan orang, dan si Miki menjadi tokoh kartun terpopuler sepanjang masa. Semua itu membawa hikmah besar. ”Saya hanya berharap kita tidak pernah melupakan bahwa ini semua dimulai oleh seekor tikus,” kata Walt Disney saat disinggung tentang bisnis hiburan miliknya yang bernilai milyaran dollar.

Prinsip Disney untuk selalu memikirkan hari esok memiliki arti bahwa mereka selalu berusaha memperkirakan karakteristik kebutuhan konsumen hiburan di masa mendatang, mengantisipasi perkembangan teknologi terbaru, dan memilih mana yang cocok buat diaplikasikan pada hiburan Disney.

Dua film pertama Miki Tikus gagal di pasaran karena masih berupa film bisu. Penonton di akhir tahun 1920-an sedang tergila-gila pada film bicara yang belum begitu lama diperkenalkan. Melihat hal itu, Disney lantas membuat film ketiga Miki Tikus, Steamboat Willie, sebagai film kartun bicara yang pertama di dunia. Film ini dirilis pada 18 November 1928 dan menjadi box office.


Berusaha mencapai kualitas yang tahan lama

Pada masa itu bioskop biasa memutar film animasi berdurasi pendek. Namun Walt Disney meramalkan bahwa ke depan film berdurasi panjang akan mendominasi jadwal pemutaran film bioskop dan bakal menyingkirkan film-film pendek dari layar putih. Maka, dia membuat film animasi panjang pertama, Snow White and the Seven Dwarf. Dan terbukti ramalannya benar. Snow White yang dirilis tahun 1937 sangat sukses di pasaran. Hingga berpuluh tahun kemudian video Snow White masih laris terjual dan membuat haru pemirsa setiap kali diputar.

Satu hal yang membuat Snow White bertahan lama adalah karena dia mempunyai hati. Cerita Snow White menyentuh perasaan penonton, kombinasi tragedi dan humor yang melibatkan tawa dan air mata. Hal itu membuat penonton merasa ikut terlibat di dalamnya, dan mengidentifikasikan dirinya dengan karakter-karakter yang ada di film tersebut.

Demi menggapai kualitas produksi yang prima, Walt Disney tak segan-segan mengeluarkan anggaran produksi yang besar. Ketika membuat Pinocchio, Disney memerintahkan agar karakter Jimmy si Jangkrik diwarnai dengan 27 macam warna: biru untuk topinya, kuning untuk pelindung mata kakinya, dan jingga untuk rompinya. Bahkan bagian yang detil juga dia perhatikan, seperti bagian dalam mulut, bawah kakinya, dan kelopak warnanya diberi warna yang berbeda-beda. Semua itu dilakukan semata untuk menunjukkan kesesuaian antara kepribadian si jangkrik dengan penampilannya.


Bersenang-senanglah

Kepada penulis John Culhane, Walt Disney pernah berkata, ”Cara untuk membuat apa saja berhasil adalah dengan tidak khawatir, dan tertarik pada gagasan kecil yang kelihatannya menyenangkan.”

Sembari berkata demikian Disney menggambarkan fantasinya tentang apa yang dilihat Peter Pan ketika dia terbang di atas London menuju Neverland: kelokan alur Sungai Thames, lampu-lampu kereta kuda, dan lonceng jam Big Ben. Dari hanya angan-angan kecil nan indah dan menyenangkan ini, Disneyland dan Walt Disney World lantas mengembangkannya menjadi wahana atraksi petualangan ”Penerbangan Peter Pan”, di mana jutaan pengunjung dapat menempuh perjalanan Peter Pan tepat seperti apa yang dibayangkan oleh Walt Disney.


”Stick-to-it-ivity”

Ketika anak-anaknya masih kecil, Walt Disney pernah mengajak mereka mengunjungi taman ria yang berisi aneka hiburan standar seperti aneka korsel (komidi putar) dan kuda-kudaan kayu. Dari jauh terlihat bagus dan gemerlap, namun ketika didekatinya dia memperhatikan bahwa cat pada tiang besi dan kuda-kudaan kayu itu kusam dan banyak mengelupas. Sebagai seniman yang selalu memperhatikan detil terkecil, hal itu membuatnya kecewa.

Sejak dari kunjungan ke taman ria itulah Disney memiliki obsesi yang kuat untuk membangun pusat hiburan serupa, namun dengan manajemen yang lebih baik dan konsep baru yang radikal. Salah satunya, Dia ingin taman ria yang hendak dibangun itu menjadi sebuah theme park yang berdiri tetap (tidak berpindah-pindah lokasi macam pasar malam tradisional) dan wahana-wahananya berhubungan dengan tokoh-tokoh kartun populer yang digarapnya di studio Disney.

Obsesi Disney sempat terganjal ketika perusahaannya mengalami kesulitan keuangan pasca kegagalan film Alice in Wonderland produksi Disney di pasar. Namun dia tidak patah arang. Disney menggadaikan polis asuransi jiwanya senilai 100 ribu dollar. Bermodal uang tersebut ditambah uang pribadinya ia menyewa seorang desainer untuk membuat desain pertama dari taman hiburan yang diimpikannya. Akhirnya, pada 1955 Disneyland pertama dibuka di Anaheim, California.

Kegigihan, keteguhan memegang prinsip dalam upaya mewujudkan impian itulah yang dirangkum Disney dengan istilah ”stick-to-it-ivity”. Dan terbukti bahwa kegigihannya telah memberinya jalan keluar dari banyak kesulitan yang menghadang. Prinsip-prinsip yang berhasil mewujudkan impian Disney membangun kerajaan hiburan ini layak kita ambil sebagai prinsip pribadi yang bisa mengubah kehidupan kita.

****

Sumber: John Culhane, Membuat Impian Anda Menjadi Kenyataan (Penerbit Mitra Utama)
 
© Copyright 2035 Inspirasi PR dan Marketing
Theme by Yusuf Fikri