Rabu, 23 Maret 2011

Organisasi Kedok, Menyembunyikan Agenda Rahasia Sang Sponsor

Organisasi kedok (front organization) adalah sebutan untuk entitas yang segenap aktivitas dan/atau pendanaannya dikontrol oleh organisasi lain yang lebih besar yang berperan sebagai patron atau sponsornya. Organisasi kedok didirikan untuk menjadi tabir yang menyembunyikan agenda dan aktivitas rahasia sang patron, karena terlalu berisiko apabila dijalankan secara terbuka.

Beberapa organisasi seperti badan intelijen, mafia, organisasi terlarang, gerakan keagamaan radikal, atau kelompok politik berhalauan keras menyadari bahwa aktivitas mereka mungkin ilegal, sehingga apabila dijalankan secara terbuka akan menimbulkan risiko besar yang bisa membuat para aktivisnya dijebloskan ke penjara atau menerima ancaman fisik. Untuk menghindari risiko tersebut, mereka menciptakan organisasi bayangan yang akan tampil di muka publik sebagai ”wajah moderat”, dan diskenariokan seolah-olah antar mereka adalah organisasi yang saling lepas dan tidak memiliki kaitan apa-apa.

Salah satu tugas organisasi kedok adalah menampilkan wajah dan aktivitas yang lebih moderat, ramah, dan patuh pada hukum yang berlaku, sehingga mereka tidak akan dicurigai. Seandainya pun ada kecurigaan, otoritas setempat akan sulit melakukan penindakan karena tidak ada aturan hukum yang dilanggar yang memberi mereka alasan untuk melakukan pembekuan atau pelarangan aktivitasnya.


Organisasi kriminal


Taktik mendirikan organisasi kedok dilakukan oleh organisasi kriminal (mafia) dengan mendirikan - misalnya - suatu yayasan amal. Melalui yayasan amal tersebut mereka menyalurkan bantuan kepada orang miskin, memberi beasiswa pendidikan kepada anak-anak kurang mampu, dan berbagai aktivitas sosial lainnya. Pihak yang diberi bantuan kerap tak menyadari (atau bersikap masa bodoh) bahwa dana untuk melakukan semua aktivitas yang terlihat mulia itu diambil dari keuntungan aktivitas ilegal seperti pemerasan, penyelundupan, pembalakan liar, korupsi, bisnis perjudian, dan sebagainya.

Selain yayasan amal sebagai media untuk memperbaiki citranya, para bos mafia juga kerap mendirikan organisasi kedok lain dalam bentuk perusahaan-perusahaan legal yang digunakan sebagai sarana pencucian uang dari bisnis haramnya, atau bahkan mendirikan perusahaan media (TV, surat kabar) yang giat menyiarkan profil sang bos preman sebagai sosok warganegara teladan.


Kelompok garis keras

Selain mafia, trend yang terjadi saat ini adalah bermunculannya kelompok-kelompok keagamaan yang menganut paham garis keras. Tujuan jangka panjang mereka adalah penerapan sistem kenegaraan berbasis agama tertentu. Namun mereka menyadari bahwa dalam banyak hal aktivitas dan keyakinan mereka yang ekstrem akan sulit diterima baik oleh pemerintah maupun publik. Maka salah satu strategi untuk menyiasati hal tersebut adalah mendirikan organisasi kedok yang moderat sebagai ”sayap legal” mereka. Organisasi bayangan itu menjadi saluran gerilya ideologi dan tameng untuk melindungi agenda besar mereka.

Dalam bentuk yang paling sophisticated, organisasi kedok yang mereka dirikan adalah partai politik. Parpol tersebut sedapat mungkin dibuat agar terlihat moderat dan ”berwajah ramah” sembari tetap mengusung misi keagamaan, sehingga kehadirannya tidak dicurigai dan lebih mudah meraih suara dalam pemilu. Perolehan suara dalam pemilu adalah modal legitimasi mereka yang berharga. Secara berkala mereka akan melakukan pressure kepada pemerintah agar melonggarkan aturan yang menekan kaum ekstremis, sembari di sisi lain menggolkan penerapan perangkat hukum baru yang secara bertahap mengarahkan negara kian mendekat ke arah sektarianisme. Pekerjaan ini bisa memakan waktu bertahun-tahun. Ketika prakondisi sektarian yang dibangun telah tercapai, turunlah sang pemain sebenarnya (organisasi garis keras itu) ke gelanggang permainan politik karena posisi dan keamanan mereka secara hukum kini telah terjamin.


Intelijen

Intelijen negara-negara besar memiliki teknik yang lebih canggih dan ”mewah” dalam membuat dan mengendalikan organisasi kedok mereka. Selain cara konvensional seperti dilakukan kalangan sipil atau organisasi radikal, mereka juga merancang apa yang dikenal sebagai ”brass plate firms”, yakni perusahaan yang didirikan untuk menjadi latar belakang pekerjaan resmi seorang agen yang ditempatkan di sebuah wilayah, untuk menghindari kecurigaan pada aktivitas sang agen.

Contoh terkenal dari ”brass plate firms” adalah perusahaan pesawat carter sipil Air America yang dimiliki dan dioperasikan sepenuhnya oleh CIA. Secara kasat mata mereka beroperasi menyalurkan bantuan kemanusiaan ke daerah konflik. Namun di balik layar pesawat-pesawat mereka digunakan untuk menerbangkan personil militer bantuan dan persenjataan buat pasukan lokal yang menjadi sekutu Amerika Serikat (Kisah Air America bahkan telah difilmkan dengan pemeran utama Mel Gibson dan Robert Downey Jr.).

logo aeroflot
Rusia juga menerapkan cara yang mirip, memanfaatkan maskapai penerbangan Aeroflot yang memiliki kedekatan dengan KGB, SVR, dan GRU sebagai sarana intelijen. Menurut Alex Goldfarb, 3000 dari 14000 karyawan Aeroflot era Soviet adalah agen dinas rahasia Rusia. Pesawat-pesawat Aeroflot pada era Soviet selain digunakan untuk menculik dan membawa pulang pembelot, juga untuk mengangkut spesimen bakteri dan virus mematikan yang dicuri dari laboratorium barat untuk diteliti dan dikembangkan sebagai senjata biologi. Sejak 2004 Aeroflot dikendalikan oleh Viktor Ivanov, agen dinas rahasia Rusia FSB yang dekat dengan Vladimir Putin.


Perusahaan besar (korporasi)

Praktek pendirian organisasi kedok juga dilakukan oleh korporasi dari beragam industri, terutama mereka yang memproduksi sesuatu yang cenderung rawan kontroversi seperti rokok, farmasi, dan alkohol. Perusahaan-perusahaan tersebut mensponsori kelompok-kelompok advokasi yang giat berkampanye untuk, misalnya, menentang aturan larangan merokok, mempermudah distribusi minuman beralkohol, mendorong penggunaan obat-obatan paten sembari melecehkan kualitas obat generik (yang mengancam pangsa pasar obat paten), dan menyerang riset-riset medis yang berhasil membuktikan ketidakmanjuran obat-obatan yang mereka produksi.

iklan Bermans
Di Amerika Serikat, The Center for Consumer Freedom (CCF) adalah LSM front group yang didirikan oleh Berman & Co., firma urusan publik milik Rick Berman, seorang pelobi terkenal. LSM tersebut mengklaim didukung oleh perusahaan makanan, restoran, dan 1000 individu yang peduli untuk mengkampanyekan perlawanan atas larangan merokok dan berupaya mendorong diturunkannya batas kadar alkohol dalam darah bagi pengemudi mobil, sembari di sisi lain menyerang penelitian-penelitian yang mengungkap bahaya konsumsi daging merah, pestisida, dan penangkapan ikan yang berlebihan.


Mengenali Organisasi Bayaran

Bagaimana kita dapat mengetahui, atau setidaknya menengarai bahwa suatu kelompok atau organisasi adalah organisasi kedok yang mewakili kepentingan terselubung sponsornya? Menurut Sourcewatch, kita dapat mengamati beberapa karakteristik berikut:

1. Pengurus organisasi tersebut menolak untuk menyebutkan sumber pendanaan UTAMA mereka, atau jika pun mau menyebutkannya, menggunakan ”selective disclosure”, yakni hanya disebutkan kepada pihak-pihak tertentu atau dalam publikasi yang terbatas.

2. Didirikan dan/atau dioperasikan oleh organisasi lain (misalnya oleh perusahaan konsultan PR, lembaga survei, polling, dsb). Namun organisasi front bentukan intelijen, mafia, atau kelompok radikal biasanya agak lebih rumit dan sulit dilacak

3. Secara konsisten terlibat pada aksi dan advokasi yang menguntungkan pihak ketiga, misalnya perusahaan, tokoh, atau industri tertentu

4. Menggunakan nama dan atribut yang menyesatkan untuk menyamarkan agenda mereka. Misalnya (ini contoh fiktif) ”Komisi Advokasi Keyakinan Minoritas” namun aktivitasnya justru banyak merugikan hak-hak kaum minoritas karena ternyata dibentuk oleh kaum ekstremis mayoritas. Contoh fiktif lain, sebuah LSM memiliki nama ”Komite Solidaritas Orang Kecil yang Teraniaya”, namun setelah diselidiki ternyata anggotanya begundal-begundal yang mem-backing pengembang dalam menggusur tanah rakyat, karena kegiatan mereka ternyata didanai oleh sang developer.

5. Dalam aksinya gemar mengalihkan fokus debat dari satu isu yang sedang dibahas ke isu lain yang tidak berkaitan

6. Pada beberapa kasus, memiliki alamat dan/atau nomor telepon kantor yang sama dengan organisasi induk atau sponsornya, atau dengan organisasi sejenis yang tidak lagi beraktivitas.

7. Anggotanya terdiri dari sekelompok orang-orang vokal yang meliputi ”pakar”, ”pengamat”, ”intelektual kampus”, aktivis, dan manusia-manusia sejenis yang sibuk kesana-kemari menggelar media events (wawancara, talk show), konferensi pers, seminar, workshop, pertemuan dewan redaksi (editorial board meeting), dan lain-lain acara publik untuk memperjuangkan sebuah isu ke seluruh negeri atau area demografi yang menjadi target. Secara logika, orang-orang itu tidak akan memiliki dana untuk menggelar semua events berbiaya besar tersebut ataupun memiliki kepentingan pribadi terkait isu yang diperjuangkan. Ya, tentu saja, karena mereka memperjuangkannya untuk kepentingan orang lain yang membiayai semua kegiatan mereka. Maju tak gentar membela yang mbayar ..

8. Berulang-ulang menegaskan kalau gerakan mereka itu ”murni”, ”independen”, ”mewakili rakyat”, ”tidak ditunggangi”, dsb. Seolah-olah takut orang tidak mempercayai mereka ..

9. Seandainya membuka keanggotaan buat masyarakat umum, mereka menetapkan syarat-syarat yang sangat longgar dan biaya pendaftaran yang rendah – atau bahkan gratis. Ini karena suara masyarakat umum (”grassroot”) mereka butuhkan sebagai penegasan dan bukti bahwa gerakan mereka adalah ”pro rakyat”. Soal uang tidak terlalu menjadi perhatian karena mereka tokh telah memiliki sumber pendanaan yang kuat di balik layar.


Kita memang tidak dapat serta-merta menuduh suatu kelompok atau organisasi sebagai kelompok bayaran hanya dengan melihat satu atau dua karakteristik di atas. Namun apabila terdapat kombinasi sebagian besar karakteristik tersebut, besar kemungkinan yang kita hadapi adalah sebuah organisasi atau kumpulan pakar-pakar bayaran (intelektual tukang), walau tidak terlihat cap harga di dahi mereka.

Beberapa organisasi dan perkumpulan independen tidak sampai jatuh menjadi organisasi kedok, tetapi mereka secara tak langsung – atau tak sadar – menjadi corong pencitraan perusahaan besar melalui donasi tak mengikat yang diberikan perusahaan kepada mereka. Umumnya perusahaan berdalih sumbangan tersebut sebagai bagian dari program corporate social responsibility (CSR) yang mereka jalankan. Tak salah memang. Tetapi hal ini seharusnya tidak sampai menjadi preseden negatif untuk membungkam atau membeli kesetiaan kelompok-kelompok tersebut.

****
 
© Copyright 2035 Inspirasi PR dan Marketing
Theme by Yusuf Fikri